Spiritualitas Lawas dalam Tradisi Ponan di Sumbawa Besar: Kajian Semiotika Roland Barthes
Lawas Spirituality in the Ponan Tradition in Sumbawa Besar: Roland Barthes' Study of Semiotic
DOI:
https://doi.org/10.29303/jb.v4i1.1052Keywords:
Spritualitas Lawas, Tradisi Ponan, Semiotika Roland Barthes, Lawas Spirituality, Ponan Tradition, Roland Barthes SemioticsAbstract
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna spiritualitas lawas dalam tradisi ponan di Desa Poto, Kecamatan Moyo Hilir, Sumbawa Besar melalui perspektif semiotika Roland Barthes. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Metode analisis data menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menemukan sebanyak 13 leksia dalam 99 bait lawas tradisi ponan, yaitu kewa singin Nene kita, Gapar nomo tengan mole, tutit ai kurang ujan, tusenramo lako Nene, ngayapmo lako Sang Raja, peno tudatang bajango, desa darat senap semu, kareng olo pang panungkas, tanda nongka turet adat, sala lema ngeneng ampin, desa tau no to manto, siwa puluh siwa, dan palangan dunia aherat. Hasil analisis leksia menunjukkan bahwa spiritualitas lawas dalam tradisi ponan meliputi ketergantungan kehidupan manusia sebagai seorang hamba dengan Penciptanya, ketergantungan antara manusia dengan manusia lainnya, saling ketergantungan manusia dengan alam, serta saling ketergantungan antara manusia dengan makhluk Tuhan lainnya. Tiga belas leksia dalam lawas tradisi ponan paling banyak mengacu pada hubungan manusia dengan Sang Pencipta dan hubungan antarsesama manusia. Ini menunjukkan bahwa relasi manusia secara vertikal dan horizontal harus seimbang.
Abstract: The purpose of this research is to describe the meaning of lawas spirituality in the ponan tradition in Poto Village, Moyo Hilir District, Sumbawa Besar through the semiotic perspective of Roland Barthes. The methods used in data collection, namely observation, interviews, and documentation. Methods of data analysis using descriptive qualitative method. The results of this study found as many as 13 lexia in 99 lawas stanzas of the ponan tradition, namely kewa singin Nene kita, Gapar nomo tengan mole, tutit ai kurang ujan, tusenramo lako Nene, ngayapmo lako Sang Raja, peno tudatang bajango, desa darat senap semu, kareng olo pang panungkas, tanda nongka turet adat, sala lema ngeneng ampin, desa tau no to manto, siwa puluh siwa, and palangan dunia aherat. The results of the lexia analysis show that lawas spirituality in the ponan tradition includes the dependence of human life as a servant and the Creator, the dependence of humans on other humans, the interdependence of humans on nature, and the interdependence of humans on other God's creatures. The thirteen lexia in the lawas ponan tradition mostly refer to the human relationship with the creator and the relationship between human beings. This shows that vertical and horizontal relations must be balanced.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
Copyright (c) 2023 Bety Yulia Safitri, Saharudin, Muh. Syahrul Qodri
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.